

Nama : Yeni
Muslihawati
Kelas : XII Kimia Analisis 2
PROGRAM KEAHLIAN KIMIA
ANALISIS
UPTD SMK NEGERI 2 KOTA
TANGERANG
Jl. Veteran No. 2 Telp./ fax 0215522736 TANGERANG
2012
I.
TEKNIK SAMPLING
A.
Pengertian teknik sampling
Teknik
sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk, menentukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian.
B. Syarat sampel pada teknik sampling yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
1. Akurasi
atau ketepatan
yaitu
tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin
sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut.
2. Presisi
Kriteria
kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi
mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi.
3.
Ukuran sampel
Ukuran
sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala
jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan
analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif,
ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah
kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi,
maka sampelnya lebih bermanfaat. Ada lagi beberapa faktor lain yang perlu
memperoleh pertimbangan yaitu, derajat keseragaman, rencana analisis, biaya, waktu,
dan tenaga yang tersedia
C.
Macam – macam teknik sampling
Terdapat berbagai teknik sampling yang
digunakan. Secara skematis, teknik macam macam sampling ditunjukkan pada gambar
1.

Gambar
1 Macam-macam Teknik Sampling.
1.
Probability
Sampling
Probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini
meliputi, simple random sampling, proportionate stratified random
sampling, disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling
(sampling menurut daerah).
a)
Simple
Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana)
karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila
anggota populasi dianggap homogen. Lihat gambar 2 berikut.

Gambar 2 Teknik Simple Random
Sampling.
b)
Proportionate Stratified
Random Sampling
![]() |
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai pegawai dari Tatar belakang pendidikan yang berstrata, maka populasi pegawai itu berstrata. Misalnya jumlah pegawai yang lulus S1 = 45, S2 = 30, STM = 800, ST = 900, SMEA = 400, SD = 300. Jumlah sampel yang harus diambil meliputi strata pendidikan tersebut. TeknikProportionate Stratified Random Sampling dapat digambarkan seperti gambar 3 berikut .
Gambar
3 Teknik Proportionate Stratified Random Sampling
c)
Disproportionate Stratified
Random Sampling
Teknik
ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila popular berstrata tetapi
kurang proporsional. Misalnya pegawai dari unit kerja tertentu mempunyai; 3
orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang S1,800
orang SMU, 700 orang SMP. Maka tiga orang lulusan S3 dan empat
orang S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena dua
kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok S1,
SMU, dan SMP.
d)
Cluster
Sampling (Area Sampling)
Teknik
sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu negara, propinsi atau
kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana, yang akan dijadikan sumber data,
maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Misalnya
di Indonesia terdapat 30 propinsi, dan sampelnya akan menggunakan 15 provinsi,
maka pengambilan 15 propinsi itu dilakukan secara random. Tetapi perlu diingat,
karena propinsi-propinsi di Indonesia itu tidak sama maka pengambilan sampelnya
perlu menggunakan stratified random sampling. Karakteristik semacam
ini perlu diperhatikan sehingga pengambilan sampel menurut populasi itu dapat
ditetapkan.Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu
tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan
orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga. Teknik ini dapat
digambarkan seperti gambar 4 berikut.
![]() |
Gambar 4 Teknik Cluster Sampling
2.
Nonprobability Sampling
Nonprobability
Sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling
sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.
a)
Sampling
Sistematis
Sampling
sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota
populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri
dari 100 orang. Dori semua anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor I sampai
dengan nomor 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja,
genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari
bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 5,
10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100. Lihat gambar 5

Gambar
5. Sampling Sistematis. No populasi kelipatan -tiga yang diambil (3, 6, 9, dan
seterusnya)
b)
Sampling
Kuota
Sampling
kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Sebagai contoh, akan
melakukan penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap pelayanan masyarakat
dalam urusan Izin Mendirikan Bangunan. Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang.
Kalau pengumpulan data belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka
penelitian dipandang belum selesai, karena belum memenuhi kouta yang
ditentukan. Bila pengumpulan data dilakukan secara kelompok yang terdiri atas 5
orang pengumpul data, maka setiap anggota kelompok harus dapat menghubungi 100
orang anggota sampel, atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500
anggota sampel.
c)
Sampling Insidental
Sampling
Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa
saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai
sumber data.
d)
Sampling
Purposive
Sampling
purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya
akan melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya
adalah orang yang ahli makanan, atau penelitian tentang kondisi politik di
suatu daerah, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli politik. Sampel
ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau
penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.
e)
Sampling
Jenuh
Sampling
Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini Bering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil,
kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membunt generalisasi dengan
kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel Jenuh adalah senses, dimana
semua anggota populasi dijadikan sampel.
f)
Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang
lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau
dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap
data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu
dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu
seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin bertambah sampai mengkristal yang
berarti sample sudah cukup dan tidak bertambah lagi.
II.
PREPARASI SAMPEL
A.
Preparasi
sampel bahan anorganik (destruksi)
Penentuan
kadar logam besi (Fe) dalam tepung gandum dengan cara destruksi basah dan
kering dengan spektrofotometri serapan atom.
a)
Alat
– alat
§ SSA
§ Neraca analitis
§ Hot plate
§ Pipet mikro
§ Pipet volum
§ Alat – alat
gelas
§ Kertas saring
§ Corong
§ Botol aquadest
§ Spatula
§ pH meter
§ Cawan porselin
§ Lampu katoda Fe
§ Tanur
b)
Bahan
§ Larutan stanndar
Fe 1000 ppm
§ HNO3
pekat
§ HCl pekat
§ Aquades
c)
Bagan
Preparasi sampel
§ Destruksi kering
-
Proses
pengabuan

|


|

-
Penentuan kadar unsur Fe dengan menggunakan SSA
|


|

§
Destruksi basah
|



Dimasukan
dalam elenmeyer 250 ml.
+
HNO3 (p) : HCl (p) 3 :1 12ml


|

![]() |
Disaring
dengan kertas saring whatman no. 42
![]() |




|
B.
Preparasi
sampel bahan organik
1.
Pengertian
ekstraksi
Ekstraksi
adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat
terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran
bahan padat dan cair (misalnyabahan alami)tidak dapat atau sukar sekali
dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan.
Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka
terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam
konsentrasi yang terlalu rendah.

2.
Penyiapan bahan yang akan diekstrak dan plarut
a.
Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek,terutama pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek,terutama pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
b.
Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c.
d.
Kemampuan
tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya
secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.
e.
Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).
f.
Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponenkornponen bahan ekstarksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponenkornponen bahan ekstarksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.
g.
Titik
didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan
cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didit kedua bahan itu
tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk ascotrop.Ditinjau dari
segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut
tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).
A.
Filtrasi
Filtrasi,
yakni proses penyingkiran padatan dari cairan, adalah metoda pemurnian cairan
dan larutan yang paling mendasar. Filtrasi tidak hanya digunakan dalam skala
kecil di laboratorium tetapi juga di skala besar di unit pemurnian air. Kertas
saring dan saringan digunakan untuk menyingkirkan padatan dari cairan atau
larutan. Dengan mengatur ukuran mesh, ukuran partikel yang disingkirkan dapat
dipilih.
Biasanya
filtrasi alami yang digunakan. Misalnya, sampel yang akan disaring dituangkan
ke corong yang di dasarnya ditaruh kertas saring. Fraksi cairan melewati kertas
saring dan padatan yang tinggal di atas kertas saring. Bila sampel cairan
terlalu kental, filtrasi dengan penghisapan digunakan. Alat khusus untuk
mempercepat filtrasi dengan memvakumkan penampung filtrat juga digunakan.
Filtrasi
dengan penghisapan tidak cocok bila cairannya adalah pelarut organik mudah
menguap. Dalam kasus ini tekanan harus diberikan pada permukaan cairan atau
larutan (filtrasi dengan tekanan).
B.
Adsorpsi
Tidak
mudah menyingkirkan partikel yang sangat sedikit dengan filtrasi sebab partikel
semacam ini akan cenderung menyumbat penyaringnya. Dalam kasus semacam ini
direkomendasikan penggunaan penyaring yang secara selektif mengadsorbsi
sejumlah kecil pengotor. Bantuan penyaring apapun akan bisa digunakan bila
saringannya berpori, hidrofob atau solvofob dan memiliki kisi yang kaku. Celit,
keramik diatom dan tanah liat teraktivasi sering digunakan.
Karbon
teraktivasi memiliki luas permukaan yang besar dan dapat mengadsorbsi banyak
senyawa organik dan sering digunakan untuk menyingkirkan zat yang berbau (dalam
banyak kasus senyawa organik) dari udara atau air. Silika gel dapat
mengadsorbsi air dan digunakan meluas sebagai desikan.
Lapisan-lapisan
penyaring dalam unit pengolah air terdiri atas lapisan-lapisan material.
Lapisan penyaring yang mirip untuk penggunaan domestik sekarang dapat diperoleh
secara komersial.
C.
Rekristalisasi
Sebagai
metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti
distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan,
rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab
kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan karena keefektifannya. Ke depannya
rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan padatan.
Metoda ini
sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu
tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh
atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan didinginkan, kristal akan
mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan.
Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam
larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi
adalah metoda yang sangat sederhana, dalam praktek, bukan berarti mudah
dilakukan.
D.
Distilasi
Distilasi
adalah seni memisahkan dan pemurnian dengan menggunakan perbedaan titik didih.
Distilasi memiliki sejarah yang panjang dan asal distilasi dapat ditemukan di
zaman kuno untuk mendapatkan ekstrak tumbuhan yang diperkirakan dapat merupakan
sumber kehidupan. Teknik distilasi ditingkatkan ketika kondenser (pendingin)
diperkenalkan. Gin dan whisky, dengan konsentrasi alkohol yang tinggi,
didapatkan dengan teknik yang disempurnakan ini.
Pemisahan
campuran cairan menjadi komponen dicapai dengan distilasi fraksional. Prinsip
distilasi fraksional dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram titik
didih-komposisi. Dalam gambar ini, kurva atas menggambarkan komposisi uap pada
berbagai titik didih yang dinyatakan di kordinat, kurva bawahnya menyatakan
komposisi cairan.
Gambar
12.1 Diagram titik didih- komposisi larutan ideal campuran cauran A dan B.
Komposisi cairan berubah dari l1 menjadi l2 dan akhirnya l3. Pada setiap tahap
konsentrasi komponen B yang kurang mudah menguap lebih tinggi daripada di fasa
uapnya.Contoh soal 12.1 Distilasi fraksional Tekanan uap benzen dan toluen
berturut-turut adalah 10,0 x 104 N m-2 dan 4,0 x 104 N m-2, pada80°C. Hitung
fraksi mol toluen dalam uap yang berada dalam kesetimbangan dengan cairan yang
terdiri atas 0,6 mol toluen dan 0,4 molar benzen. Hitung fraksi mol toluen x
dalam fas uap.Jawab Dengan bantuan hukum Raoult (bab 7.4(b)), komposisi uapnya
dapat dihitung sebagai berikut. Jumlah mol toluen di uap /jumlah mol benzen di
uap = [0,60 x (4,0 x 104)]/[0,40 x (10,0 x 104)] = 0,60.
Fraksi mol toluen
di uap x adalah: x/(1 – x) = 0,60; x = 0,60 / (1,0 + 0,60) = 0,375.

Kolom distilasi yang panjang dari alat distilasi digunakan di laboratorium (Gambar 12.2) memberikan luas permukaan yang besar agar uap yang berjalan naik dan cairan yang turun dapat bersentuhan. Di puncak kolom, termometer digunakan untuk mengukur suhu fraksi pertama yang kaya dengan komponen yang lebih mudah menguap A. Dengan berjalannya distilasi, skala termometer meningkat menunjukkan bahwa komponen B yang kurang mudah menguap juga ikut terbawa. Wadah penerima harus diubah pada selang waktu tertentu.
Bila perbedaan titik didih A dan B kecil, distilasi fraksional harus diulang-ulang untuk mendapatkan pemisahan yang lebih baik. Produksi minyak bumi tidak lain adalah distilasi fraksional yang berlangsung dalam skala sangat besar.
E.
Ekstraksi
Ekstraksi
adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar
hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup
untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada
fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga
senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat
dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari
lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering
digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang memiliki titik didih rendah
(sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik.
Ekstraksi
bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang
berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan
toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin
diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer.
Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk
mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan
alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali
fenolnya.
Bila
senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap.
Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam
derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam
ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini,
disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk
menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan
pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan
sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya
menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan
terekstraksi dengan lebih baik. Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan
menggunakan hukum partisi.
Perhatikan
senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam dietil eter ditambahkan
pada campuran dua pelarut yang tak saling campur ini. Rasio senyawa organik
yang larut dalam masingmasing pelarut adalah konstan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar