Penyakit Infeksi Menular Seksual Pada Ibu Hamil
2.1 Konsep Dasar Tentang Infeksi Sifilis Dan Gonoroea
Pada Ibu Hamil
2.1.1 Definisi
Sifilis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang
biasa dikenal dengan raja singa. Sifilis dapat menular pada bayi yang dikandung
secara transplasenta dan menimbulkan kecacatan, penyebabnya adalah treponema
pallidum.
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh troponema
pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa,
jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi di
tubuh. Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis
sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier).
Sifilis umumnya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertikal
pada masa kehamilan.
Gonore adalah IMS yang disebabkan
oleh diplokokus intrasel gram-negatif anaerob Neisseria gonorrhoeae. Gonorea
adalah semua infeksi yang disebabkan oleh neisseria gonorrhea. N. gonorrrhoeae
dibawah mikroskop cahaya tampak sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan
lembar 0,8 µm dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negative, tampak
diluar dan di dalam leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di
udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan pada suhu di atas 39°
C, dan tidak tahan zat desinfektan.
2.1.2
Etiologi
2.1.2.1
Sifilis
Sifilis disebabkan oleh triponema
palidum, spiroket yang menginfeksi mukosa sampai timbulnya kanker membran. Lama masa
inkubasi, dari waktu pajanan sampai timbulnya kanker primer, bergantung pada
jumlah microorganisme yang menetap
saat infeksi dan berapa lama organisme ini bereplikasi. Spiroket membutuhkan 33 jam untuk
bereplikasi dibandingkan bakteri yang hanya memerlukani beberapa menit untuk
bereplikasi.
1. inkubasi pada
tahap primer adalah 10-90 hari setelah kontak, rata-rata 21 hari. Tanda dan
gejala sembuh dengan spontan dalam 3 minggu tanopa terapi.
2. Inkubasi pada
tahap sekunder adalah 17 hari samapai 6 bulan setelah kontak, rata-rata 2,5
bulan. Bila sifilis tidak diobati tanda dan gejala sembuh secara spontan dalam
2-8 minggu, dengan rata-rata 4 minggu.
3. Tahap laten
dimulai setiap lesi sekunder hilang.
4. Individu
dinyatakan infeksius bila muncul salah satu lesi primer atau sekunder.
5. Respon
antibody awal adalah IgM, dan dalam 2 minggu IgM berubah menjadi IgG.
2.1.2.2
Gonore
a. Organisme gonokokus (gonokokus, GC)
adalah bakteri diplokokus berbentuk kacang-kacang merah, yang bersifat patogen
pada epitel. Lokasi infeksi yang umum mencakup :
1. Orofaring
2. Konjungtiva mata
3. Uretra pria
4. Salurang reproduksi wanita. GC menetap
dalam vagina hingga menstruasi, saat kanalis serviks terbuka, dan kemudian naik
ke uterus serta tuba falopii.
5. Rektum
b. Infeksi sebelumnya memberikan
antibody, namun bukan imunitas. Baik virulensi bakteri maupun daya tahan tubuh
individu bervariasi.
2.1.3
Gejala Klinik
2.1.3.1
Sifillis
Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda
dengan keadaan tidak hamil, hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis
pada kehamilan normal bisa memberikan hasil positif palsu. Transmisi treponema
dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah plasenta terbentuk utuh, kira – kira
sekitar umur kehamilan 16 minggu. Oleh karena itu bila sifilis primer atau
sekunder ditemukan pada kehamilan setelah 16 minggu, kemungkinan untuk
timbulnya sifilis congenital lebih memungkinkan.
1. Tahap primer
mensi unjukan ciri-ciri berikut :
a. Lesi primer
adalah syanker: papula kecil yang membentuk jalan masuk dan menghancurkan diri
untuk membentuk ulserasi superficial yang tidak nyeri, san berakhir selama 5
minggu dan sembuh secara spontan. Lesi ini sehingga luput dari deteksi. Lesi
mungkin satu atau banyak.
b. Sekitar 70%
kasusu terjadi duseminata dari jalan masuk infeksi ke kelenjar limfe yang
menyebabkan pembesaran kelenjar limfe pada lipatan paha dan axila yang diikuti
pembesaran kelenjar limfe yang lain (bubo-satelit), nyeri tekan dan berbatas
tegas.
2. Tahap sekunder
disebabkan diseminata hematogen yang berasal dari drainase kelenjar limfe
regional. Tahap sekunder ditandai dengan kondisi berikut:
a. Ruam kulit yang
menyeluruh, bilateral, tidak gatal, dan tidak nyeri tampak hamper diseluruh
tubuh , namun terutama di membrane mukosa, telapak tangan dan telapak kaki.
Ruam yang muncul bias berupa salah satu atau semua bentuk lesi berikut:
1) Macula datar,
berwarna tembaga
2) Papula
eritematosa, berkerak
3) Pustule
b. Tampilan ruam
dalam mulut berupa erosi putih yang disebabkan dengan “tempelan mukosa”.
c. Lesi lecet yang
berkombinasi dengan kondiloma latum yang terbentuk pada area tubuh yang lembab,
seperti area vulva dan perianal. Lesi ini berupa sekelompok kecil veruka datar
yang tertutup oleh eksudat keabu-abuan; lesi ini sangat infeksius. Jangan
keliru membedakan lesi ini dengan kondiloma akuminata, veruka eksternal yang
disebabkan oleh HPV.
d. Gejala sistemik
yang biasa terjadi:
1) Adenopati yang menyeluruh
2) Demam, malaise,
letargi dan sakit kepala
3) Anoreksia dan
penurunan berat badan
4) Alopesia
terjadi dimana saja pada tubuh.
3. Tahap laten
terjadi setelah manifestasi sifilis sekunder hilang tanpa terapi. Spiroket yang
tinggal dalam keadaan dorman ditubuh dan termanifestasi sendiri beberapa tahun
kemudian seiring degenerasi banyak organ. Spiroket dapat didiagnosis dengan uji
laboratorium saat tidak ada manifestasi klinis, terutama bila riwayat pejanan
telah diketahui atau terdapat riwayat lesi primer atau sekunder.
Dengan gejala:
1. Luka primer
didaerah genetalia atau tempat lain seperti dimulut dari sekitarnya. Pada lues
sekunder kadang – kadang timbul kondiloma lata. Lues laten dan sudah lama dapat
menyerang organ tubuh lainnya.
2. Pemeriksaan
serologis reaksi wassermann dan VDRL
3. Kelahiran mati
atau anak yang lalu dengan lues congenital merupakan petunjuk bahwa ibu
menderita sifilis.
2.1.3.2
Gonore
Perjalanan
penyakit: awitan terjadi 3-7 hari setelah masa menstruasi pertama mengikuti
perjalanan. Gejala mulai mereda 7-10 hari kemudian dan biasanya lenyap setelah
21 hari tanpa terapi ( lebih cepat mereda dengan terapi ).
1. Gonorea akut
Gejala klinis: disuria, uretritis, servisitis, dan kolpitis dengan keputihan
banyak seperti nanah encer, berwarna kuning atau kuning hijau. Bila penakit ini
lebih meluas dapat menyebabkan vovokolpitis dan bartolinitis akut.
2. Gonorea kronik
Penyakit menjalar keatas: endometritis, endosalpingitis,
dan pelveoperitonitis. Apabila kuman masuk kedalam aliran darah akan timbul
arthritis dan endokaditis.
Gambaran klinik dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda dari
pria. hal ini disebabkan perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan
perempuan. Gonorea pada perempuan kebanyakan asimptomatik sehingga sulit
menentukan masa inkubasinya.
Infeksi gonorea selama kehamilan telah diasosiasikan
dengan pelvic inflammatory disease (PID). Infeksi ini sering ditemukan pada
trimester pertama sebelum korion berfusi dengan desidua dan mengisi kavum
uteri. Pada tahap lanjut, neisseria gonorrhoeae diasosiasikan dengan ruptur
membrane yang prematur, kelahiran prematur, koriamnionitis, dan infeksi
pascapersalinan. Konjungtivitis gonokokal (ophthalmia neonatorum), manifestasi
tersering dari infeksi perinatal, umumnya ditransmisikan selama proses
persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi
kornea dan panof talmitis. Infeksi neonatal lainnya yang lebih jarang termasuk
meningitis sepsis diseminata dengan artritis, serta infeksi genital dan rectal.
2.1.4
Pemeriksaan
Penunjang
2.1.4.1 Sifillis
A. Rapid plasma
regain (RPR)
1. Uji RPR bukan
merupakan uji titer; RPR tidak menunjukkan kadar antibody.
2. Sekali positif,
RPR tetap positif seumur hidup.
3. Uji ini lebih
sensitive dari pada VDRL dalam mendeteksi infeksi aktif selama fase awal.
4. Positif-palsu
bias terjadi virus,vaksinasi, imunisasi, dan beberapa penyakit, seperti malaria
dan frambusia.
5. Uji pou positif
harus dipertimbangkan sebagai dugaan adanya sifilis, sampai uji kedua uji yang
berbeda dilakukan
B. VDRL
1. Sekali
positif VDRL tetap positif seumur hidup.
2. Positif-palsu
bias terjadi virus,vaksinasi, imunisasi, dan beberapa penyakit, seperti malaria
dan frambusia.
3. Uji pou positif
harus dipertimbangkan sebagai dugaan adanya sifilis, sampai uji kedua uji yang
berbeda dilakukan
4. Hasil positif
palsu biasanya kurang dari 1:8
5. Uji VDRL
dinyatakan sebagai titer tidak seperti uji RPR
6. Kadar VDRL
rendah menunjukkan terapi yang efektif; kadar VDRL yang tinggi menunjukkan
infeksi aktif.
7. Sekali pasien
pernah mengidap sifilis seluruh uji darah akan positif. VDRL merupakan uji yang
sangat bermanfaat untuk tindak lanjut atau diagnosis ulang.
C. Antibody
treponema fluoresens (fluorescent treponema antibody, FTA)
1. Uji FTA
langsung pada eksudat lesi atau jaringan memberikan bukti spesifik untuk
mendiagnosis sifilis, uji ini mengidentifikasi organism treponema.
2. Sekali positif,
hasil uji akan tetap positifdalam waktu yang lama, mungkin seumur hidup.
D. Pemeriksaan
microscopis lapang-gelap (dark-field). Pemeriksaan serum pada lesi dengan
menggunakan microskop lapang gelap merupakan metode definitive untuk
mendiagnosis sifilis tahap awal, dan juga mengidentifikasi organisme Treponema.
2.1.4.2 Gonorea
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan memeriksa
hapusa uretra atau serviks dengan metode blue atau gram. Hasil yang positif
bila dijumpai banyak sel nanah serta diplokokus intra dan ekstraseluler. Lebih
baik lagi bila dilakukan pembiakan (kultur) dan sekaligus uji kepekaan kuman.
Untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan
untuk dilakukan skrining terhadap infeksi gonorea pada saat datang untuk
pertama kali antenatal dan juga pada trimester ketiga kehamilan. Akan tetapi,
perlu diingatkan pemberian golongan kuinolon pada perempuan hamil tidak
dianjurkan.
2.1.5
Diagnosis
2.1.5.1 Sifillis
1. Luka primer di
daerah genital/tempat lain seperti di mulut. Pada lues sekunder kadang timbul
kondiloma lata. Lues laten dan telah lama dapat mengenai organ tubuh lainnya
2. Pemeriksaan
serologis : reaksi wasermann dan VDRL
3. Kelahiran mati
atau anak yang lalu dengan lues congenital merupakan petunjuk bahwa ibu
menderita sifilis.
2.1.5.2 Gonorea
Gonorea dapat dipastikan dengan menemukan N. gonorrhoeae sebagai
penyebab, baik secara mikroskopik maupun kultur (biakan). Sensiyivitas dan
spesifisitas dengan pewarnaan gram dari sediaan serviks hanya berkisar 45 – 65
%, 90 – 99%, sedangkan sensitivitas dan spesifitas dengan kultur sebesar 85 –
95% , > 99%. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis gonorea pada
perempuan perlu dilakukan kultur. Secara epidemiologis pengobatan yang
dianjurkan untuk infeksi gonorea tanpa komplikasi adalah pengobatan dosis tunggal.
Pilihan terapi yang direkomendasikan oleh CDC adalah sefiksim 400 mg per oral,
seftriakson 250 mg intramuscular, siprofloksasin 500 mg per oral, ofloksasin
400 mg per oral, levofloksasin 250 mg per oral, atau spektomisin 2 g dosis
tunggal intramuscular.
2.1.6
Diagnosis
Banding
2.1.6.1 Sifillis
a. Indikator bahwa
pasien mengidap sifilis
b. Diagnosis
gonore, klamidia atau keduanya.
c. Pasien
menunjukan kekhawatiran bahwa pasien mungkin mengidap infeksi menular seksual
(IMS)
2.1.6.2 Gonorea
Diagnosis
harus dipertimbangkan dan disingkirkan, tergantung pada sisi yang terinfeksi
gonokokus.
a. Uretra : singkirkan dugaan ISK
atau klamidia
b. Serviks, vagina, dan kelenjar
bartholin : singkirkan dugaan infeksi nongonokokus, terutama klamidia.
c. Endometrium atau endosalping singkirkan
dugaan kondisi berikut ini :
1. Nyeri ligamen teres
2. Diverticulitis
3. Apendisitis
4. Kehamilan ektopik
5. Aborsi sepsis
6. Endometriosis panggul
7. Batu ginjal
2.1.7
Penatalaksanaan
2.1.7.1
Sifillis
A. Programkan VDRL
atau RPR untuk semua pasien atas kunjungan awal prenatal.
1. Bila uji RPPR
positif, pasien mungkin mengidap atau mungkin tidak mengidap sifilis.
B. Programkan uji
FTA bila tidak terdapat riwayat sifilis sebelumnya.
1. Bila uji FTA
negative dan tidak ada tanda atau gejala klinis, pasien dianggap gejala
sifilis.
2. Bila FTA
positif, lakukan uji VDRL. Pasien mungkin memerlukan
rangkaian VDRL untuk melacak titer.
Juga dapatkan kultur spesifik untuk gonore dan klamidia.
C. Tanyakan kepada
pasien mengenai kemungkinan pajanan, riwayat atau adanya tanda dan gejala.
D. Yakinkan pasien
bahwa RPR positif belum tentu menunjukan sifilis . untuk menyingkirkan hasil
RPR positif palsu, tunggu hasil FTA atau VDRL.
1. Bila faktor tersebut
muncul, anjurkan pasien datang untuk pemeriksaan fisik dan untuk melihat adanya
tanda lesi primer dan sekunder.
2.1.7.2
Gonorea
A. Diagnosis penyakit dengan memriksa
kultur GC serviks atau uretra bila ada tanda dan gejala uretritis.
B. Lakukan kultur GC serviks bila
terdapat kondisi berikut :
1. Bila ada tanda dan gejala gonore
2. Bila pasien didiagnosis
sifilitis atau klamidia
3. Bila pasien menunjukkan kekhawatiran
bahwa ia mungkin terkena infeksi menular seksual ( IMS ).
C. Bila uji kultur positif, lakukan
prosedur berikut ini :
1. Dapatkan hasil VDRL untuk
menyingkirkan dugaan sifilis sebelum pengobatan diberikan.
2. Pertimbangkan untuk mengobati pasien
di klinik. Beritahukan kasus ini ke departemen kesehatan subbagian infeksi dan
pengobatan.
D. Ikuti pengobatan standart yang
direkomendasikan oleh CDC :
1. Pasien yang tidak hamil
a. Rekomendasikan 125 mg Rocephin (
seftriakson ) IM dalam dosis tunggal atau 400 mg ofloksasin per oral dalam
dosisi tunggal, diikuti dengan 1 g zithromax ( azitromisin ) per oral dalam
dosis tunggal atau 100 mg doksisiklin per oral, 2 kali/hari selama 7 hari.
b. Regimen pengganti
Rekomendasikan 2 g spektinomisin IM
dalam dosis tungal, diikuti dengan salah satu pemberian 1 g zithtromax per oral
dalam dosis tunggal atau 100 mg doksisiklik per oral, 2 kali per hari selama 7
hari. Bila infeksi terjadi pada individu yang tidak terbukti resisten terhadap
penisilin , berikan 3 g amoksilin per oral disertai 1 g probenesid, diikuti 100
mg doksisiklik per oral, 2 kali per hari selama 7 hari.
2. pasien hamil
Berikan
125 mg rochepin IM dalam dosis tunggal atau 2 g spektinomisin IM dalam dosis
tunggal, diikuti dengan pemberian 1 g zithromax per oral dalam dosis tunggal
atau 500 mg amoksisilin per oral, 3 kali per hari selama 7 hari.
E. Setelah pengobatan, tindak lanjut
dengan tindakan berikut :
1. kultur ulang serviks setelah terapi
dilakukan pada waktu berikut :
a. satu minggu setelah pengobatan selesai
b. diagnosis gonore selama kehamilan
kultur ulang serviks dalam 1 bulan
taksiran partus (TP) untuk membuktkan kesembuhan atau menyingkirkan dugaan
reinfeksi sebelum pelahiran. Dan kultur ulang serviks pada kunjungan
pascapartum minggu ke – 6.
2. bila hasil positif kapanpun, obati
ulang pasien, jelaskan kepada pasien mengenai diagnosisnya, berikan pendidikan
kesehatan mengenai gonokokus, dan tekankan pentingnya menyelesaikan pengobatan
dan tindakan tindak lanjut.
3. hubungi pasangan seksual pasien (
segala usaha harus dilakukan ) dan konfirmasikan pengobatan pasien atau
pasangan kepada departemen kesehatan.
F. Bila gonore didiagnosis selama kehamilan
1. pastikan dokter anak atau perawat
praktisi neonates memberitahukan diagnosis bayi setelah pelahiran.
2. waspadai tanda-tanda PRP GC pada
pasien pascapartum dan konsultasikan dengan dokter bila terjadi.
2.1.8 Pengobatan
2.1.8.1 SIFILLIS
Berikan
penisilin yang merupakan satu-satunya terapi untuk sifilis selama kehamilan
karena obat ini melewati sawar plasenta.
1. Wanita hamil
dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau pada
triwulan 1 untuk mencegah penularan pada janin
2. Suami harus
diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati
3. Terapi
(kolaborasi dengan ahli kandungan )
Suntikan
penicillin G secara IM sebanyak 1 juta satuan /hr selama 8-10 hr, obat peroral
penicillin dan eritromisin, lues congenital pada neonatus : penicillin G
100.000 satuan / kg BB.
2.1.8.2 Gonorea
1. Penisilin
prokain G: 2,4 juta satuan perhari selama 2-4 hari
2. Eritromisin 4 x
0,5 per hari selama 5-10 hari
3. Suami juga
perlu diperiksa kalau perlu diobati juga
4. Obat – obat
antibiotika spectrum luas lainnya
5. Profilaksis
bayi 1% atau salep garamisin atau penisilin.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sifilis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang
biasa dikenal dengan raja singa. Sifilis dapat menular pada bayi yang dikandung
secara transplasenta dan menimbulkan kecacatan, penyebabnya adalah treponema
pallidum.
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh troponema
pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa,
jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi di
tubuh. Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis
sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier).
Sifilis umumnya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertikal
pada masa kehamilan.
Gonore adalah IMS yang disebabkan
oleh diplokokus intrasel gram-negatif anaerob Neisseria gonorrhoeae. Gonorea
adalah semua infeksi yang disebabkan oleh neisseria gonorrhea. N. gonorrrhoeae
dibawah mikroskop cahaya tampak sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan
lembar 0,8 µm dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negative, tampak
diluar dan di dalam leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di
udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan pada suhu di atas 39°
C, dan tidak tahan zat desinfektan.
3.2 Saran
Saran penulis untuk para
pembaca :
Untuk mengerti dan memahami tentang
penyakit infeksi menular seksual pada kehamilan, pembaca lebih mendalami isi dari makalah ini yaitu tentang
Penyakit
Infeksi Menular Seksual pada Kehamilan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. www.trichomoniasis.org, Trichomoniasis. The most common curable sexually
transmitted disease. Diakses pada 11 Agustus 2012.
3. Fahmi
Daili, Sjaiful (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit
FKUI. ISBN
978-979-496-415-6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar